Pamor Tejo Kinurung

Identifikasi;
Pamor Tejo Kinurung, adalah salah satu motif pamor yang sebenarnya merupakan perpaduan antara Sada Sak Ler dengan pamor Wengkon atau Tepen. Ada juga yang menyebut pamor ini Adeg Tiga atau Adeg Wengkon. Seluruh tepi bilah keris dilingkari dengan gambaran pamor yang menyerupai tepi bingkai, sedangkan di tengahnya ada pamor yang menyerupai garis. 
Pamor Teja Kinurung, Mempertahankan lengkungan dengan spasi dan jarak yang sama pada sisi tepi bilah dan menyambung tanpa terputus hanya bisa dilakukan oleh seorang Empu yang mumpuni. Menjadi semakin unik dan istimewa dipadukan dengan garis tengah yang tegas lurus tanpa putus. 
Meskipun tampak minimalis (sederhana), akan tetapi dari segi garap memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Tak heran pamor ini termasuk jenis pamor rekan yang mempunyai tingkat kesulitan pembuatan tingkat advance dan wajar jika memiliki nilai mahar yang lebih tinggi.
Tapi banyak pitutur dari orang sepuh, keris dengan pamor ini tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang, oleh sebab itu tergolong pamor pemilih.
Deskripsi; 
Guratan pamor pada bilah keris adalah lambang-lambang yang penuh makna, pun demikian dengan garis Adeg Tiga (Tejo Kinurung) mempunyai kedalaman makna yang luar biasa. 
Garis pertama (kanan) menggambarkan Laki-laki yang bertangung jawab kepada dirinya sendiri, istrinya dan anak-anaknya berkewajiban menafkahi dan membimbing jalan hidup dengan benar. 
Garis kedua (kiri) adalah melambangkan tanggung jawab yang lebih besar lagi karena ia harus mengayomi orang-orang sekitarnya, saudara-saudara mereka dan orang-orang terdekat.
Sedangkan Garis ketiga (tengah) adalah bagi mereka yang ditakdirkan menjadi “orang besar”, harus bisa mengayomi lebih banyak orang , masyarakat dan negara, yang kadang akan menjadi dilema ditengah antara keluarga atau tugasnya, karena dia bukan lagi hanya menjadi milik keluarga tapi sudah menjadi milik masyarakat, bangsa dan negara. 
Demikian dengan penamaan pamor Teja Kinurung (artinya Cahaya Yang Terkurung), tentu saja ada harapan dan doa. Di dalam diri kita ada yang namanya nurani, yaitu hati yang mengandung nur/teja, mengandung cahaya. 
Cahaya berfilsafat dengan keberadaannnya yang terang-benderang. Menjadi lambang kesadaran, cahaya berjalan lurus menyibakkan kegelapan. Dalam limpahan cahaya, kita bisa memilih kebaikan, ketaatan, kesetiaan, kebenaran, keadilan, kejujuran, ketulusan hati. 
Cahaya yang terkurung berarti tak akan pernah padam menyinari kegelapan dan menjadi terang (manfaat) bagi banyak orang. Bukankah semulia-mulianya manusia adalah yang bisa bermanfaat bagi orang lain?
Dalam bahasa semiotika, garis tengah melambangkan pertumbuhan padi (filosofi padi) semakin tinggi semakin merunduk. Simbol kepemimpinan yang demokratis dan dapat diterima semua kalangan. Juga mewakili harapan sang Empu agar sang pemilik menempuh jalan hidup yang lebih lurus serta memiliki keteguhan hati. Sedangkan garis yang membingkai (tepen/wengkon) sebagai simbol 'cyrcle of protection', perlindungan secara kasat mata maupun yang tak kasat mata (gaib). 
Bahkan banyak dipercaya bisa menjadi keris tindih (memberikan tuah untuk meredam gangguan dan pengaruh negatif dari benda-benda gaib lain).
Kesan wangun, gagah dan berwibawa tertangkap dalam aura pancaran Guwaya (efek yang bernuansa psikologis dan spiritual) Teja Kinurung ini. 



--------------------------------------------
Ditulis dan disadur
Oleh: Bhre Polo
Sumber:
1. 

Komentar

Postingan Populer